Pemilu legislatif 2019 akan kita langsungkan tahun depan.
Semarak pemilu telah tercermin dari banyaknya bendera partai dan baliho yang
terpajang di jalan-jalan. Jejaring sosial tidak kalah dalam menjadi medan
pertempuran kampanye masing-masing mencari kader partai terbaiknya yang ingin
diusung. Selain itu komunitas-komunitas pemuda muncul satu per satu dan turut serta
dalam mewarnai pesta demokrasi yang akan digelar serentak tahun 2019.
Komunitas atau gerakan-gerakan yang diusung oleh
pemuda-pemuda tersebut berusaha mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh
partai politik. Secara ringkas Miriam Budiarjo telah membantu kita dalam
merangkum tugas partai politik ke dalam 4 hal. Yang pertama komunikasi politik,
sosialisasi politik, lalu rekrutmen politik, dan manajemen konflik. Partai
politik saat ini terlalu fokus hanya dalam hal rekrutmen politik semata. Dengan
demikian maka akan membentuk pragmatisme dengan mencari orang-orang yang dirasa
bisa mendaur suara paling besar seperti artis.
Komunitas-komunitas yang muncul
membawa fokus masing-masing. Ada yang berusaha melakukan pendidikan politik,
campaign untuk memilih dalam pemilu, dan ada juga yang berbasis anak muda dan
mengajak mereka untuk berperan aktif dalam pemilu. Hal yang sering dilupakan
oleh partai politik adalah bahwa para pemuda ini bukanlah hanya lumbung suara
semata. Pemilih pemula adalah mereka yang memiliki potensi suara besar saat
ini. Jumlah pemilih pemuda adalah 20,8 juta tahun ini. Sifat dari pemilih ini
adalah mudah termobilisasi. Kuncinya ada di popularitas media si calon, dan
evaluasi singkat kepada pemerintahan sebelumnya yang keduanya akan mempengaruhi
mereka.
Partai politik di Indonesia sebenarnya telah berhutang besar
kepada komunitas-komunitas ini yang dengan sukarela “membantu” mereka
memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Sebutlah Ayo Vote atau pun Celup
Kelingking Konten yang biasa diberikan kepada kelompok-kelompoknya adalah apa
pentingnya pemuda memilih di pemilu, gambaran dasar apa itu politik, dan ajakan
untuk berkreasi dalam rangka mengawal pemilu. Bentuknya bermacam-macam mulai
dari memanfaatkan standup comedy, acara musik, campaign langsung
ke masyarakat, mengadakan seminar-seminar, dan lain-lain. Dunia maya juga
dimanfaatkan secara maksimal oleh gerakan-gerakan ini untuk bisa masuk ke
masyarakat. Situs website dan jejaring sosial mereka
manfaatkan untuk bisa dekat dengan anak muda. Tentu saja kekuatan
gerakan-gerakan ini berada pada design mereka yang sangat pop.
Pendekatan ikatan
emosional Harus Terjaga
Pendekatan yang harus dilakukan tidak cukup hanya berupa
janji-janji besar yang diutarakan lewat media. Anak muda membutuhkan cara
pedekatan lain. Masalahnya adalah mereka sendiri tidak mendapatkan informasi
yang cukup perihal politik. Banyak anak muda yang tergabung dalam komunitas
bukan semata-mata memang ingin menjadi volunteer, tetapi mereka
justru terlebih dahulu ingin mengenal politik lebih dekat lagi. Anak muda telah
haus akan informasi dan muak dengan cerminan yang mereka dapati dan harus telan
setiap harinya lewat media. Rasa penasaran mereka pada politik sudah sepatutnya
untuk diakomodir. Dan hal ini kerap dilupakan oleh partai politik.
Karena pada dasarnya anak muda harus disadarkan untuk tidak
membenci politik. Yang harus dibenci adalah perilaku menyimpang dari para
politisi yang telah menghitamkan gambaran dari politik itu sendiri. Anak muda
mendapatkan politik sebagai sesuatu yang hitam, kejam, licik, dan jauh dari
jangkauan mereka. Padahal politik itu begitu dekat dengan kehidupan mereka.
Harga angkot yang biasa mereka naiki adalah hasil dari proses politik. Kenaikan
uang kuliah juga merupakan hasil dari politik.
Anak muda juga perlu disadarkan bahwa tidak perlu menunggu
lama untuk bisa berpartisipasi dalam politik. Ikut pemilu adalah bentuk
minimalnya. Namun ada bentuk-bentuk lain yang mereka bisa lakukan. Salah
satunya adalah dengan komunitas-komunitas tadi yang berniat untuk mengawal
pemilu. Dengan memberikan waktunya secara otonom mereka sebenarnya telah
berpolitik karena berusaha untuk mempengaruhi, dalam kasus mereka anak muda,
untuk bisa melakukan sesuatu di pemilu kali ini. Tidak perlu untuk menunggu
sampai mereka menjadi anggota parlemen untuk bisa berpolitik. Pernahkah ini
dijelaskan oleh partai politik? Kembali , sebagian besar hanya berfokus pada
suara yang bisa mereka ambil.
Anak muda harus lebih dilibatkan selepas pemilu. Iklim
politik yang baik hanya bisa tercapai ketika masyarakat mendapatkan informasi
yang cukup. Itulah mengapa partai politik harus gencar dalam memberikan
pendidikan politik di luar masa kampanye atau tahun pemilu. Urgensi dari
pendidikan politik adalah karena kacamata yang dipakai untuk melihat politik
sudah begitu buram. Ketika tidak ada usaha untuk membersihkan politik itu
sendiri maka jangan berharap bahwa suara dalam pemilu bisa naik. Permasalahannya
adalah bila naik pun, itu tidak mencerminkan demokrasi yang sudah baik. Namun
ketika suara yang semakin turun dan partisipasi di luar pemilu juga menurun,
maka hanya ada apatisme yang menanti. Semoga saja komunitas-komunitas ini tetap
mengawal, bukan hanya pemilu, juga politik itu sendiri di luar masa pemilu,
bilamana partai politik tidak kunjung melakukan tugasnya, maka distulah fungsi
kontrolnya yang harus dijalankan sebagai komunitas politik anak muda.
M. Fauzi Priyantoro
Ketua KOMISI SAKSI
NASDEM (KSN)
DPD Partai NasDem
Pasuruan
0 komentar:
Posting Komentar